Sinjai | CNN Celebes - Sejak tahun 2019 hingga 2021 porang menjadi primadona dan diburu para petani dari Sabang sampai Merauke untuk dikembangkan. Begitu pula di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan para petani berlomba-lomba menanam tanaman yang dikenal dengan Tire tersebut.
Namun, panen porang tahun ini petani mulai merasakan dampak yang luar biasa akibat harga umbi porang yang menurun drastis.
Kisah pilu dirasakan petani yang bernama Akbar (46) yang mencurahkan segala pikiran dan tenaganya untuk mengembangkan porang sejak tahun 2019 sampai saat ini.
Baca Juga : Laka Lantas Depan Trans Studio Mall Makassar, Menelan Korban Jiwa
"Saya sudah menanam beberapa petak porang dikebun bahkan sempat menjual motor untuk membeli bibit porang," ungkapnya.
Tahun ini harga porang anjlok sangat drastis sehingga mengakibatkan petani merugi dalam segala hal.
"Petani tidak tahu bagaimana lagi cara untuk mengatasi masalah-masalah yang seperti ini," tuturnya.
Sementara itu, Umar (43) sempat menunda panen porang tahun lalu tanpa mengira harga porang akan turun hampir dua kali lipat di banding tahun lalu.
Baca Juga : BPJS Kesehatan Akan Berlakukan Iuran Baru Berdasarkan Penghasilan
"Panen tahun ini sekitar 2 ton lebih dengan harga 3ribu saja perkilonya. Coba dibayangkan jika harga seperti tahun lalu berkisar 8ribu rupiah, maka tentunya jadi jutawan barulah ," celotehnya.
Akademisi sekaligus dosen di Kampus STT - Nusantara Indonesia, Muhlis mengatakan bahwa
Petani Selalu Jadi Korban Ketika Panen Tiba.
"Inilah yang selalu terjadi dan silih berganti yang dialami oleh petani di desa ketika komoditi kurang maka harga naik, namun ketika produksi meningkat harga sudah tidak ada," ungkap dosen kelahiran Sinjai tersebut ketika di mintai tanggapannya lewat aplikasi WA, Kamis (23/06/2022).
Fenomena harga komoditi bukan cuma terjadi pada porang tapi hampir semua komoditi seperti porang, cengkeh, coklat, vanilli, merica, cabe dan lainnya.
Baca Juga : Aturan Baru Otoritas Jasa Keuangan, Sekuritas Wajib Berikan Laporan Berkala Dan Insidentil
"Kehidupan para petani bagaikan perjudian dan pertarungan yang selalu merugikan petani," tegasnya.
Pemerintah sudah seharusnya menjadikan petani sebagai subjek dari pembangunan pertanian bukan sekedar objek semata.
"Kiranya petani dapat menjadi subjek dalam pembangunan pertanian. Petani harus diberdayakan sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang mandiri dan sejahtera," harap alumni Teknologi Pertanian Unhas tersebut. (SK)