Sharing Knowledge, DPP JMBI Bersama P2MTC Gelar Pelatihan Untuk Pimred Dan Owner Media

Sharing Knowledge, DPP JMBI Bersama P2MTC Gelar Pelatihan Untuk Pimred Dan Owner Media

Makassar | CNN Celebes - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Jurnalis Milenial Bersatu Indonesia (JMBI), Fredrich Kuen, MSi mengatakan, para Pemimpin Redaksi dan Pemilik Media yang baru membuat perusahaan media pers pasca reformasi, diharapkan mampu meminimalisir potensi konflik dari dampak pemberitaan (delik pers).


"Mereka (Pimred) harus jadi perisai dengan patuh dan konsisten terhadap Undang undang no.40 tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik (KEJ) dari dasar hingga pelaksanaan dan bukan mendirikan media hanya karena eforia dan kepentingan tertentu," ujarnya.


Hal itu dikemukakan Fredrich yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Pelatihan Pers dan Kehumasan Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), saat menjadi Trainer tunggal Pelatihan Jurnalistik untuk Pimred, calon Pimred dan pemilik media dari kalangan LSM, Pengacara, Akademisi dan jurnalis dengan tema "Share Media Management Knowledge for Pimred" di kampus P2MTC Ruko Mall Tanjung Bunga Makassar, Sabtu.


Pelatihan sehari atas kerjasama DPP JMBI dan P2MTC yang diikuti puluhan Pimred, calon Pimred, dari kalangan jurnalis, pengacara, lsm dan dosen berlangsung dalam suasana hangat yang diwarnai adu argument, namun tetap sepakat bahwa mekanisme kerja tetap berdasarkan fakta dan berpihak pada kebenaran.

Baca Juga : Hindari Jeratan Hukum, Mari Ngopi Bersama Bang Dedi Di Warkop Sunar

Dia mengakui, setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan Pers (psl.9 (1) UU no.40/1999). Tetapi diharapkan dalam pelaksanaannya patuh terhadap aturan perundangan tersebut yakni harus memiliki AHU dari Kemenkumham peruntukan khusus. Bukan AHU perusahaan kontraktor dan lainnya yang tidak berhubungan dengan Pers dicantumkan sebagai AHU perusahaan atau yayasan media.


Selain itu, harus ada box redaksi yang mencantumkan nama Media, nama Pimred serta alamat Redaksi. Kalau tidak patuh dasar awal perusahaan pers itu, maka celah hukum terbuka saat ada delik pers dengan sanksi denda Rp.100 juta menunggu (psl.18 (3) UU 40/1999).


Lalu, harus patuh dan konsisten melaksanakan KEJ dan UU no.40/1999. Terutama saat pelaksanaan agenda setting yang bersifat khusus, kontrol sosial, framing serta pembentukan opini publik. Di samping tetap awas terhadap kontrol media dan pengalihan isu terhadap topik berita tertentu yang viral tetapi seketika menghilang.


Kenapa ini menjadi perhatian ?, ujar Fredrich bertanya yang dijawab sendiri dengan mengatakan, sebab JMBI adalah organisasi pers yang isinya majemuk, jurnalis, lsm, dosen dan pengacara sehingga agenda setting, kontrol sosial serta framing berita harus dilakukan tetap berdasarkan fakta dan berpihak kepada kebenaran serta untuk kepentingan umum.

Baca Juga : Phinisi Pers Multimedia Training Center Bersama Organisasi Pers JMBI Gelar Pelatihan Pimred Dan Pemilik Media

Menjawab cara meminimalisir kemungkinan terjadi delik pers maupun untuk meringankan kerja tim LBH Pers JMBI dalam membantu anggotanya jika bermasalah hukum, dengan cara selektif hanya menerima anggota yang perusahaan medianya sudah Ber AHU. Fredrich tidak setuju. Sebab JMBI harus terbuka dan melakukan pembinaan dalam batas waktu tertentu.


Calon anggota perorangan yang medianya belum ber-AHU, atau menggunakan AHU perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan media pers akan tetap diakomodir dan diterima sebagai anggota JMBI dengan perjanjian dalam batas waktu tertentu harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan UU No.40/1999 tentang pers sebagai fungsi pembinaan yang dilakukan JMBI.


JMBI sebagai wadah baru bagi wartawan, melakukan Pelatihan bagi Pimred dalam dua angkatan. Setelah itu akan dilanjutkan pelatihan teknis jurnalistik dasar bagi wartawan. Tradisi ini akan dilakukan untuk semua, dari DPP hingga Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) JMBI di seluruh provinsi di tanah air.


Selain itu, jika memungkinkan, JMBI akan secepatnya melakukan uji/sertifikasi kompetensi melalui salah satu wadah yang memberi peluang yakni Dewan Pers atau BNSP.

Baca Juga : Program HUB.ID Accelerator 2022 Dibuka, Meningkatkan Program Kemkominfo

Ketika disinggung kenapa JMBI membuat tradisi pelatihan baru yang terbalik dari kelaziman organisasi pers selama ini yakni melatih Pimred lebih dulu baru teknis jurnalistik dasar. Padahal beberapa organisasi pers yang terkadang membuat pelatihan memulai dari dasar jurnalistik bagi wartawan dan Pimrednya cari ilmu sendiri. Menurut Fredrich, JMBI ingin cepat memiliki banyak gate keeper (redaktur tangguh) di samping memanfaatkan aplikasi fact checker sebagai bagian dari gate keeper (penjaga gawang berita).


"Ini merupakan salah satu langkah perisai (melindungi wartawan dan media yang ada di JMBI) dari terjadinya potensi konflik dalam bentuk delik pers. Sebab kami akan berusaha kerja kompeten dan kerja profesional sekalipun kartu/sertifikat kompetensi belum di tangan," ujarnya.


Selain itu, JMBI juga sudah menyiapkan tim pembelaan melalui LBH Pers JMBI bagi anggotanya, jika delik pers itu tidak terhindarkan. (AI/MK).